PUTIH, HITAM, LALU MERAH
Hari itu Yovy tampak aneh. Gadis berkerudung hitam manis itu mukanya tampak pucat, ia tampak gelisah. Sedari tadi ia berulang-ulang menatapi jam berwarna pink kumal di tangannya. Tugas yang diberikan guru kali ini ia abaikan. “Yov, kamu kenapa?” Tanya Endah teman sebangkunya. Pertanyaan itu berulang kali dilontarkan Endah. Dan jawabannya selalu sama, “Ngga apa-apa, aku lagi capek aja.”
“Lu sakit?” kali ini Akbar, KM sekaligus teman dekat Yovy ikut-ikutan bertanya.
“Cuma capek, tadi malem, aku ngga bisa tidur.” Jawab Yovy.
“kenapa bisa?” Tanya Akbar penasaran. Kali ini Yovy Cuma menggeleng. Badannya banyak mengeluarkan keringat. Endah terlihat sangat khawatir. “Kamu abis berantem lagi sama kakak kamu?” Tanya Endah pelan. Yovy cuma mengangguk. Ia memang sering bertengkar dengan kakaknya, tapi biasanya tak menjadi beban pikiran Yovy. “Gara-gara apa? Kakak kamu mabok lagi?” endah bertanya lagi. Yovy hanya mengangguk lagi. Kakanya, Iyad memang tukang mabuk-mabukan sejak ibunya bunuh diri 4 tahun lalu karena stress ditinggal suaminya saat Yovy berusia 8 tahun. Sering kali kakaknya itu pulang larut malam dengan mulut yang bau alkohol dan berjalan sempoyongan meminta duit kepada Yovy. Yovy yang menggantungkan hidupnya dengan hasil jualan gorengan ini hanya bisa menolak keinginan kakaknya tanpa perlawanan tetapi pada akhirnya memberi sebagian uang hasil jualannya, karena takut akan ancaman kakaknya yang beragam.
Bel pulang berbunyi. Yovy tampak terburu-buru meninggalkan kelasnya. Endah mengejar Yovy. Tapi kaki kecil Yovy sanggup mengalahkan langkah Endah. Endah tampak kelelahan. Lalu memutuskan untuk berhenti mengejar dan mencari tahu sore itu juga.
Benar saja, sore itu Endah dan Akbar mengunjungi rumah kecil Yovy. Mereka sangat penasaran atas sikap Yovy.
“Yov, lu beneran ga apa-apa?” Tanya Akbar.
“Kenapa sih kalian peduli bangat sama aku? Aku ngga apa-apa kok.” Kata Yovy. Matanya berkaca-kaca.
“Kita ini sahabat kamu.” Jawab Endah lembut.
“Aku Cuma sedih aja atas kelakuan kakakku.” Kata Yovy. Kali ini air matanya menetes.
“Tapi kamu keliatan sakit!” Endah sangat khawatir.
“Iya. Mendingan kita ke dokter aja yuk! Soal biaya biar gua yang tanggung.” Ajak Akbar.
“Aku ngga mau ngerepotin kalian.” Yovy menolak. Setelah dibujuk berkali-kali, akhirnya Yovy mau diajak ke klinik. Dokter hanya memberi paracetamol dan vitamin. Kata dokter itu hanya demam biasa. Karena Yovy hanya bilang kedinginan dan capek kepada dokter.
Dua hari setelahnya Yovy masih terlihat pucat meski panasnya menurun. Dia masih terlihat belum semangat. Masih gelisah. Bukan hanya Endah dan Akbar yang khawatir. Kali ini Siti, Lulu, dan Vita ikut-ikutan khawatir.
“Gue denger, lo sakit ya?” Tanya Vita. Yovy hanya terenyum dan mengangguk lesu.
“Sakit apaan? Kayaknya lo lemes banget. Apa lagi selasa lalu.” Tambah siti. Yovy hanya tersenyum lagi.
“Kita turut prihatin, Vi.” Kata Lulu.
Seminggu kemudian, Yovy sudah sembuh. Tapi mukanya masih tampak gelisah. Seperti menyembunyikan sesuatu.
“Yov, kamu udah sembuh kan? Tapi kok kamu maih keliatan ngga semangat sih!” Tanya Endah masih khawatir.
“Ah… perasaan kamu kali!” Yovy mengelak sambil senyum manis.
“Lu kok kaya nyembunyiin sesuatu sih!” Timpal Akbar. Yovy hanya menggeleng.
“Yov, kita ini sahabat kamu, jadi kalo kamu ada masalah, cerita donk sama kita!” Tambah Endah.
“Iya. Blakangan ini lu tuh jadi jarang sharing sama kita. Jangan gini donk! Lu masih nganggep kita temen kan?” Akbar agak kesal. “Sorry, gua kasar!” Yovy bungkam.
Sebulan berlalu. Yovy kembali semangat. Lebih semangat dari yang dulu. Terutama pada saat pelajaran olah raga. Ia banyak sekali bergerak dan mengeluarkan keringat. Tapi ia masih tampak menyembunyikan sesuatu.
“Yov, semangat amat! Tapi kok kamu masih diem aja sih! Uadh sebulan loh kamu kayak gini. Kenapa sih?” Tanya Endah masih penasaran.
“Ah, ngga kenapa-kenapa. Aku males ngomong. Aku mau banyak ngeluarin keringet. Biar sehat aja.” Jawab Yovy. Meskipun semangat, Yovy masih pendiam dan terlihat banyak pikiran. Tapi kali ini ia sering mual. Itu menimbulkan pertanyaan yang sama dari teman-temannya. Dan Yovy selalu menjawab,”Mungkin kebanyakan gerak jadi perut kekocok.” Dengan jawaban ini dapat mempercayai teman-temannya. Kecuali Endah yang melihat keanehan Yovy dari awal. Awalnya memang percaya, tapi dengan alas an yang sama, itu menimbulkan kecurigaan terhadap Yovy, apa lagi dengan keanehan Yovy selama ini.
Dua bulan sudah Yovy seperti ini. Semakin semangat berolah raga. Jika mendpat nilai bagus. Ia kegirangan sampai melompat-lompat. Padahal ia sering mendapat nilai bagus, dan ekspresinya selalu sama. Senyum. Sekarang ia juga sering mengajak teman-temannya bermain basket atau badminton setelah senam. Belakangan ini Yovy juga sering lapar. Setiap Endah meneraktir Yovy, tanpa sungkan Yovy meminta tambah.
“Yov, kamu kok jadi laper terus?” Tanya Endah.
“Abis capek banget sih Ndah, kan kamu tau aku harus bangun pagi banget buat masak gorengan dulu. Terus daripada aku sakit gara-gara itu, aku harus banyak ngeluarin keringet.” Jelas Yovy meyakinkan.
“Ooo… berarti kamu juga harus banyak istirahat sepulang sekolah!” Kata Endah. Meskipun Endah terlihat percaya pada Yovy, ia tidak melihat kejujuran Yovy.
Endah terlanjur mengetahui hampir semua sifat Yovy sejak SMP. Sekarang, Endah kurang percaya pada Yovy. Menurutnya, Yovy yang sekarang jauh dengan Yovy yang dulu. Banyak berbohong. “Kemana Yovy yang dulu? Aku rindu dia yang sering bercerita. Berbagi kesenangan dan kesedihan. Bukan yang begitu semangat dengan senyum penuh misteri.”
Siang itu Yovy mengeluh sakit perut. Dengan khawatir endah bertanya,”kamu kenapa? Mau aku temenin ke blakang atau pulang?”. Yovy hanya menggeleng.
Pulang sekolah Yovy terlihat terburu-buru. Ia lari sangat kencang. Kali ini Endah hanya berpikir Yovy tak tahan ke belakang. Tapi hati kecilnya berkata bahwa Yovy bermasalah. Tapi hati kecilnya diabaikan.
Malam itu sunyi. Damai. Endah gelisah. Tak bisa tidur. Pikirannya terfokus pada Yovy. Suara halus mengiringi angin malam memanggil namanya, menyapu telinga. Suara Yovy. suara itu membuatnya merinding. Ia makin gelisah. Ia berusaha memejamkan matanya tetapi selalu tergagalkan oleh suara halus itu. Mulutnya mengeluarkan ayat-ayat Allah. Akhirnya ia berhasil membuat bunga tidur. Dalam mimpinya, Yovy terlihat meminta tolong. Dekat dengan Yovy. Tetapi Endah tidak sanggup menggapai tangan Yovy. Berkali-kali Endah terbangun karena mimpi itu. Mimpi yang aneh. Setiap ia berhasil memejamkan mata, mimpi itu kembali muncul. Hatinya kacau. Ia semakin gelisah.
Matahari mulai nampak. Mata Endah bengkak gara-gara tak bisa tidur. Hatinya masih tak karuan. Ia berangkat sekolah terburu-buru. Meski bel masuk masih 25 menit lagi. Tiba di sekolah. Ia tidak melihat sosok Yovy. Yang ia lihat hanya bangku di sebelahnya yang kosong di antara 38 orang anak kelas XII dalam 1 ruangan yang lumayan besar namun kotor. Bahkan hingga pelajaran usai.
Konsenterasi belajarnya buyar. Sedari tadi ia hanya memikirkan Yovy. Hatinya berkata Yovy dalam bahaya besar. Cukup besar hingga mungkin Yovy membutuhkan bantuan orang banyak. Akbar merasakan hal yang sama. Mereka memutuskan untuk menemui Yovy siang itu.
Roda sepeda motor Akbar berputar cepat. Tak peduli apa yang dilindas. Suara halus kembali terdengar. Kali ini tak hanya Endah. Tapi Akbar juga. Suara halus itu memanggil nama mereka berdua berulang kali. Lagi-lagi suara Yovy. sepeda motor Akbar melaju cepat. Lebih cepat.
Sepeda motor mereka sudah memasuki kawasan perkampungan. Terlihat gubuk kotor di antara 2 pohon mangga besar. perasaan mereka sangat buruk. Berulang kali mereka mengetuk pintu kayu kusam, agak Reyot. Berulang kali tak ada jawaban. Perlahan dengan keraguan mereka membuka pintu itu yang ternyata tidak dikunci.
Sontak mereka terkejut setelah melihat darah berceceran di lantai hitam berdebu. Darah tersebut menuntun mereka pada sebuah kamar. Pemandangan yang selanjutnya membuat mereka tak dapat berkata apa pun. Tergeletak seorang gadis tak bernyawa berlumuran darah di tempat tidur menggengam pisau di tangan kirinya dan secarik kertas di tangan kanannya. Tak jauh dari tempat tidur terlihat sosok pria tak bernyawa berlumuran darah bersandar pada sebuah meja berlaci.
Sementara Akbar memanggil polisi, diambil secarik kertas dari tangan Yovy itu dengan sapu tangan oleh Endah. Dalam surat itu, Yovy menceritakan kejadian yang sebenarnya dalam 2 bulan ini:
“Untuk yang membaca surat ini.
Tolong sampaikan pada teman2ku terutama Endah dan Akbar! Aku minta maaf. Selama ini aku salah sama kalian. Terutama 2bulan ini, aku berbohong pada kalian semua. Coz aku malu mengatakan yang sebenarnya. Sebenarnya, aku dihamili oleh kakak kandungku sendiri. Waktu itu mas Iyad mabok, aku berusaha ngelawan, tapi tenaganya begitu kuat meski dalam pengaruh alcohol. Aku berusaha menggugurkan kandunganku dengan banyak bergerak. Akhirnya hari ini, aku gugurkan janinku juga kakakku. Bahkan aku. Janin itu aku kubur di belakang rumah, di bawah pohon belimbing.
Pesanku, jangan sakiti teman-temanku! Jaga diri kalian dengan iman, Insya Allah kalian juga akan terjaga. Aku tidak ingin siapa pun seperti aku dan kakakku.
By: Anayovy Kamila”
Air mata Endah tak dapat terbendung. Bersama surat itu. Endah mengikhlaskan sekaligus menyesali kepergian Yovy. kenapa kisah Yovy harus berakhir seperti ini!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar